Energi Geo (Bumi) thermal (panas) berarti memanfaatkan panas dari dalam
bumi. Inti planet kita sangat panas- estimasi saat ini adalah,500°C
(9,932° F)- jadi tidak mengherankan jika tiga meter teratas permukaan
bumi tetap konstan mendekati 10°C-16°C (50°F-60°F) setiap tahun. Berkat
berbagai macam proses geologi, pada beberapa tempat temperatur yang
lebih tinggi dapat ditemukan di beberapa tempat.
Menempatkan panas untuk bekerja
Dimana
sumber air panas geothermal dekat permukaan, air panas itu dapat
langsung dipipakan ke tempat yang membutuhkan panas. Ini adalah salah
satu cara geothermal digunakan untuk air panas, menghangatkan rumah,
untuk menghangatkan rumah kaca dan bahkan mencairkan salju di jalan.
Bahkan
di tempat dimana penyimpanan panas bumi tidak mudah diakses, pompa
pemanas tanah dapat membahwa kehangatan ke permukaan dan kedalam gedung.
Cara ini bekerja dimana saja karena temparatur di bawah tanah tetap
konstan selama tahunan. Sistem yang sama dapat digunakan untuk
menghangatkan gedung di musim dingin dan mendinginkan gedung di musim
panas.
Pembangkit listrik
Pembangkit
Listrik tenaga geothermal menggunakan sumur dengan kedalaman sampai 1.5
KM atau lebih untuk mencapai cadangan panas bumi yang sangat panas.
Beberapa pembangkit listrik ini menggunakan panas dari cadangan untuk
secara langsung menggerakan turbin. Yang lainnya memompa air panas
bertekanan tinggi ke dalam tangki bertekanan rendah. Hal ini menyebabkan
"kilatan panas" yang digunakan untuk menjalankan generator turbin.
Pembangkit listrik paling baru menggunakan air panas dari tanah untuk
memanaskan cairan lain, seperti isobutene, yang dipanaskan pada
temperatur rendah yang lebih rendah dari air. Ketika cairan ini menguap
dan mengembang, maka cairan ini akan menggerakan turbin generator.
Keuntungan Tenaga Panas Bumi
Pembangkit
listrik tenaga Panas Bumi hampir tidak menimpulkan polusi atau emisi
gas rumah kaca. Tenaga ini juga tidak berisik dan dapat diandalkan.
Pembangkit listik tenaga geothermal menghasilkan listrik sekitar 90%,
dibandingkan 65-75 persen pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Sayangnya,
bahkan di banyak negara dengan cadangan panas bumi melimpah, sumber
energi terbarukan yang telah terbukti ini tidak dimanfaatkan secara
besar-besaran.
Isu Pemanasan Global
Pemanasan
global dan polusi dan pembakaran bahan bakar fosil yang menyebabkan
bahwa ada ancaman di seluruh dunia. Selimut ini polusi dunia, perangkap
panas dan membuat efek rumah kaca yang mempengaruhi atmosfir bumi. Semua
ini berdampak pada persediaan air bersih, kesehatan masyarakat,
pertanian, pantai, hutan, dan banyak lagi.
Energi bersih, terbaharukan dan ramah lingkungan
Panas
Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas,
uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara
genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi
dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.
Pemanfaatan
panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak memberikan
kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu didorong dan dipacu
perwujudannya; pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan
terhadap bahan bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak
bumi
Potensi energi panas bumi di Indonesia mencakup 40% potensi
panas bumi dunia, tersebar di 251 lokasi pada 26 propinsi dengan total
potensi energi 27.140 MW atau setara 219 Milyar ekuivalen Barrel minyak.
Kapasitas terpasang saat ini 1.194 atau 4% dari seluruh potensi yang
ada.
PANAS BUMI DI INDONESIA: PROBLEM SOLVER ATAU PROBLEM MAKER?
Kalau
kita membaca judul di atas, terbayang betapa berat beban yang harus
ditanggung pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan panas bumi. Dari
sekian banyak stakeholders pengembangan panas bumi, paling tidak ada 3
pihak utama, yaitu pengembang panas bumi, PLN sebagai pembeli dan
pemerintah sebagai regulator.
Mengapa sampai ada pertanyaan di
atas? Ini dikarenakan banyak pihak yang berpendapat, yang mengisyaratkan
ketidakyakinan, apakah pengembangan panas bumi merupakan langkah yang
strategis, tepat, dan ekonomis buat Negara ataukah malah sebaliknya,
akan memberikan beban kepada Negara ini. Meskipun pada sisi yang lain,
banyak pihak juga yang optimis bahwa panas bumi akan memberikan solusi
terhadap kekurangan pasokan listrik nasional. Pertanyaan yang sering
diutarakan adalah pada harga beli listrik berapa yang harus ditanggung
oleh PLN.
Panas Bumi
Seperti
diketahui dari data Pemerintah, bahwa Indonesia memiliki potensi panas
bumi sebesar 40% cadangan dunia, yaitu mencapai 27.000 MW. Jumlah yang
sangat besar apabila dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk penyediaan listrik nasional. Sampai sejauh ini, pemanfaatannya
hanya sebesar 1.196 MW (4.4%) saja yang berasal dari 7 pembangkit
listrik yaitu di Jawa, Sulawesi dan Sumatera Utara. Mengapa baru sebesar
itu? Dalam kebijakan energy-mix ditargetkan bahwa pada tahun 2025,
Indonesia harus sudah dapat memanfaatkan panas bumi sebagai sumber
energi minimum 5% (atau lebih dari 1.350 MW) terhadap konsumsi energi
nasional. Berdasarkan milestone-nya, sesuai yang termuat dalam Blue
Print Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025, diperlukan penambahan lebih
dari 5.000 MW Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) sebelum tahun
2015. Hal ini kemudian tertuang dalam Rencana Proyek Kelistrikan 10.000
MW Tahap Kedua antara tahun 2010-2015.
Panas Bumi di Indonesia
Dari
beberapa artikel yang Penulis baca, kebutuhan listrik nasional akan
meningkat antara 6-10% per tahun. Dari data PLN Jawa Bali, beban puncak
dari Januari sampai dengan April 2010 berkisar antara 14.000-17.000 MW
(80% dari beban nasional). Apabila dihitung rata-rata sebesar 16.000 MW,
maka kebutuhan listrik nasional saat ini menjadi sekitar 20.000 MW.
Rata-rata margin cadangan listrik nasional saat ini adalah 20% sedangkan
persentase margin yang ideal diasumsikan sebesar 35%. Dengan
mempertimbangkan kehilangan listrik secara nasional rata-rata sebesar
10% (tahun 2009), maka jumlah listrik yang harus tersedia pada kuartal
pertama 2010 menjadi sekitar 29.000 MW. Tingkat elektrifikasi nasional
sampai dengan Oktober 2009 baru sebesar 64% (masih di bawah 50% untuk
Indonesia bagian timur, sedang Jakarta hampir 100%). Target PLN adalah
80% pada tahun 2014, terutama akan tercapai dengan masuknya pengusahaan
listrik oleh swasta. Bagaimana kebutuhan listrik nasional sebesar itu
dapat terpenuhi? Direktur Utama PT PLN (Persero) sebelum Dahlan Iskan,
Fahmi Mochtar pernah mengatakan bahwa ada 4 tantangan utama yang menjadi
penghambat percepatan penyediaan energi listrik nasional yaitu
keseimbangan antara supply dan demand, tarif dan subsidi, optimalisasi
"fuel mix" serta keamanan penyediaan energi primer. Dari situs Berita
Indonesia, April 2009, kapasitas pembangkitan pada tahun 2009 adalah
sebesar 29.705 MW (Jawa-Bali 22.302 MW dan di luar Jawa-Bali sebesar
7.403 MW). Dari data ini dapat dilihat bahwa margin cadangan listrik
yang kita punyai relatif kecil. Inilah salah satu penyebab mengapa masih
sering terjadi shortage listrik di Jawa-Bali.
Kamojang
Sejauh
mana cadangan energi nasional mampu menjawab tantangan kebutuhan
listrik di atas? Menurut dokumen Departemen Energi Dan Sumber Daya
Mineral, Siaran Pers Nomor 24/HUMAS DESDM/2008 pada bulan April 2008
tentang Membangun Ketahanan Energi Nasional, disebutkan bahwa pada April
2008, cadangan dan produksi energi Indonesia terdiri dari Minyak Bumi
dengan sumber daya 56,6 miliar barel, cadangan 8,4 miliar barel,
produksi 348 juta barel dan rasio cadangan/produksi 24 tahun. Gas bumi
dengan sumber daya 334,5 TSCF, cadangan 165 TSCF, produksi 2,79 TSCF dan
rasio cadangan/produksi 59 tahun. Batubara dengan sumber daya 90,5
miliar ton, cadangan 18,7 miliar ton dan produksi 201 juta ton,
sedangkan rasio cadangan/produksi 93 tahun. Coal Bed Methane (CBM)
dengan sumber daya 453 TSCF. Tenaga air 75,67 GW, panas bumi 27 GW,
mikro hydro 0,45 GW, biomass 49,81 GW, tenaga surya 4,8 kWh/m2/day,
tenaga angin 9,29 GW dan uranium 3 GW untuk 11 tahun (hanya di Kalan,
Kalimantan Barat). Dari cadangan yang tersisa, bahan bakar fosil akan
habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan mengandalkan sumber
energi dari fosil maka akan ada ketergantungan yang tinggi terhadap
harga pasar dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
pendapatan/devisa dari ekspor bahan bahan bakar fosil tersebut karena
pemanfaatan di dalam negeri. Panas bumi mempunyai keunikan secara alami
yang tidak dipunyai oleh sebagian besar jenis energi yang lain,
diantaranya adalah bahwa hasil dari panas bumi tidak dapat di-ekspor,
hanya dapat dimanfaatkan di lokasi asal panas bumi tersebut dihasilkan,
ramah lingkungan untuk mendukung usaha pemerintah merespon isu global
warming, merupakan energi terbarukan, pengusahaannya tidak memerlukan
lahan yang luas, tingkat keandalan pembangkit yang tinggi sehingga
menjadi dapat alternative base-load dari PLN, bebas dari risiko kenaikan
harga bahan bakar fosil, tidak tergantung dari cuaca, dan pada akhirnya
dapat menggantikan sebagian dari bahan bakar fosil yang makin habis.
Pengusahaan
panas bumi mempunyai keunikan dibandingkan dengan energi yang lain.
Produksi dari pengusahaan hulu adalah uap panas yang sebagian besar akan
dipakai untuk menggerakkan sudu-sudu pembangkit listrik. Kapasitas dan
jenis pembangkit listrik dirancang dengan mempertimbangkan
parameter-parameter tertentu; terutama karakteristik uap, cadangan yang
tersedia di reservoir, kemampuan produksi uap per sumur, dan kondisi
lokasi untuk tempat pembangkit. Hal-hal tersebut akan menentukan
besarnya investasi yang akan ditanamkan. Skema pengusahaan dari hulu
(produksi uap) ke hilir (produksi listrik) ini dikenal dengan skema
total project. Pengusahaan dapat juga mengusahakan produksi uapnya saja,
kemudian dijual ke pihak lain seperti yang terjadi di wilayah Gunung
Salak, Drajat dan Lahendong. Pada saat ini investor secara umum lebih
tertarik dengan skema pengembangan total project. Hal ini dapat dipahami
karena dengan skema total project, pengembang dapat menjamin kepastian
tidak adanya keterlambatan pemanfaatan produksi uap menjadi listrik.
Namun demikian, baik skema parsial maupun total project, pengembang
haruslah mendapatkan kepastian bahwa produksi uap dan listriknya dibeli
dengan harga yang wajar oleh pembeli, dalam hal ini PLN. Karena PLN
adalah pembeli tunggal listrik hasil pengusahaan tersebut, maka wajar
apabila sebelum pengembang memutuskan suatu investasi, mulai dari
mengikuti lelang wilayah panas bumi, eksplorasi dan eksploitasi, sudah
harus diketahui berapa harga listrik yang akan diterima kalau berhasil
memproduksi uap dan listrik. Hal ini berbeda dengan pengusahaan batubara
dan migas, yang hasil produksinya dapat dijual bebas ke pasar dengan
harga pasar. Karena itu dengan adanya beberapa lelang WKP yang
melelangkan harga jual listrik sebagai penentu, dapat dikatakan sebagai
langkah terobosan Pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan
pembangkit listrik panas bumi. Penentuan harga beli listrik ini sempat
lama ditunggu oleh para pengembang, dan setelah melalui beberapa
perubahan peraturan, akhirnya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
ESDM Nomor 32/2009 pada tanggal 4 Desember 2009, yang menetapkan harga
patokan tertinggi pembelian tenaga listrik oleh PLN dari pembangkit
listrik tenaga panas bumi sebesar 9,70 sen US$/Kwh. Harga ini sama
dengan harga beli listrik yang diusulkan oleh API (Asosiasi Panas Bumi
Indonesia), namun lebih tinggi dari usulan PLN yaitu sebesar 7,6 sen
US$/Kwh. Usulan API dibarengi dengan rekomendasi bahwa project IRR yang
menarik untuk pengembang adalah 16%, lebih tinggi dibandingkan dengan
usulan PLN sebesar 12%. JICA/BKF-DEPKEU melakukan kajian harga beli
listrik panas bumi dan hasilnya adalah sebesar 11,9 sen US$/Kwh.
Perbandingan yang lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Apakah
besaran maksimum harga beli di atas memberikan dampak positif sehingga
membuat para pengembang tertarik dan segera menanamkan investasi? Dari
beberapa kesempatan dan berdasarkan uraian di beberapa media, nampaknya
pengembang dapat menerima ceiling price yang dikeluarkan, namun masih
menyisakan kebimbangan; diantaranya adalah apakah PLN akan membeli
listrik dengan hasil lelang WKP? Bagaimana dengan key terms and
conditions dari Electricity Sales Contract-nya (ESC)? PLN dalam banyak
kesempatan masih meyakini bahwa harga beli listrik panas bumi seharusnya
sama atau lebih rendah dari batubara. Masih menurut studi JICA (West
JEC), harga beli listrik batubara berfluktuasi tergantung dari harga
pasar batubara. Pada harga pasar tertentu, harga beli listrik dari
batubara memang masih lebih rendah dari harga beli listrik panas bumi.
Dengan memakai harga listrik panas bumi hasil studi JICA, sepanjang
harga pasar batubara tidak lebih dari US$ 135 per ton, maka harga beli
listrik batubara masih lebih rendah dari harga beli listrik panas bumi.
Hal ini tentu menyisakan pertanyaan apakah harga batubara dapat bertahan
di bawah harga tersebut dalam 30 tahun ke depan seiring dengan makin
menipisnya cadangannya? Bagaimana dampaknya terhadap ketahanan dan
swasembada energi nasional?
Tabel 1: Harga Pembelian PLTP dengan Kapasitas 110 MW (Base Price, sen US$/Kwh)
Tabel 2: Harga Listrik Pembangkit Batubara (PLTU) Hasil Studi JICA (West JEC)
Dengan
memperhitungan keunikan panas bumi, JICA (West JEC) menyatakan bahwa
totalbiaya pembangkit listrik PLTU (batubara) adalah sen 17,7 sen
US$/kwh, lebih mahal sebesar 5,8 sen US$ per kwh dibandingkan dengan
panas bumi. Perbedaan ini disebabkan oleh selisih efisiensi pembangkit,
kesempatan mendapatkan devisa dari ekspor batubara, selisih pendapatan
pajak serta biaya lingkungan yang harus dibebankan untuk pengusahaan
batubara.
Apakah harga beli listrik panas bumi sebesar di atas
tidak memberikan beban subsisi yang semakin besar ke Negara? Memang,
banyak pihak yang mengatakan bahwa sejalan dengan pengembangan panas
bumi sebagai sumber tenaga listrik, maka biaya subsidi yang akan
ditanggung Negara akan meningkat. Hal ini tidak tepat. Seperti diketahui
bahwa BPP (Biaya Pokok Penyediaan) PLN tahun 2009 adalah sebesar US$ 10
sen sedangkan harga tertinggi listrik panas bumi yang ditetapkan adalah
US$ 9,7 sen. Sehingga harga beli listrik pada lokasi yang sama
(electricity grid) panas bumi secara nasional masih lebih rendah dari
BPP. Dengan berjalannya waktu dan dengan terambilnya porsi listrik dari
tenaga diesel yang tergantikan oleh sumber panas bumi misalnya, maka BPP
tentu akan turun sehingga harga beli listrik panas bumi tidak lagi
lebih rendah dari BPP.
Dari semua uraian di atas, Penulis
berpendapat bahwa pengusahaan tenaga listrik dari panas bumi merupakan
salah satu solusi yang tepat; terutama untuk menambah tingkat
elektrifikasi nasional, meningkatkan ketahanan Negara dan swasembada di
bidang listrik karena pemanfaatan sumberdaya lokal yang secara
karakteristik harus dimanfaatkan di tempat (non-exportable), mendukung
penuh upaya Negara dalam menurunkan efek global warming, dan di atas
semua itu, pemanfaatan sumberdaya panas bumi, secara integral, tidak
memberikan beban subsidi yang lebih besar kepada Negara. Salah satu
kunci sukses percepatan pengembangan sumberdaya panas bumi adalah
response yang cepat dari PLN dalam pencapaian kesepakatan dengan para
pengembang PLTP, baik dari sisi harga beli listrik maupun dalam
kesepakatan ketentuan-ketentuan dan kondisi-kondisi yang penting dalam
kontrak pembelian listrik. Dan pada akhirnya, kelengkapan dan
ketersediaan peraturan-peraturan pendukung secara cepat dan akurat
tentu sangat diperlukan oleh PLN dan para pengembang untuk bersama-sama
memajukan bangsa dan Negara ini.